Sunday, March 21, 2010

Wajah Putih





Malam Pertama

Denting itu terdengar lagi, membawa kedamaian, menenangkan risau. Detak jam menunggu kepastian, kapan pagi datang? Malam ini aku tenggelam dalam lamunan. Gelap, dan semakin gelap. Rintik gerimis kembali menghadirkan kenangan. Ingatanku melayang, menembus langit, mengendap kedalam nafas seorang insan. Jauh diselimut kabut.
    
 Hening kian sunyi, hujan menderas. Air mataku tempias, menaburkan rindu di bawah jendela.Yang tirainya berkibar saat angin menerpa. Saat itulah kian sayup kudengar, alunan senandung pilu. Kusingkap kehidupan dengan hati bergemuruh, berdebar saat kubalut tubuhku dengan pelita yang kini redup. Sinarnya kian temaram, tak lama ia padam. Malam kembali dingin..
    
Tak ada pelita pengganti. Aku bangkit, Jemariku meraba barisan buku yang berderet sepanjang dinding, memilah kisah sedih dan bahagia. Ah, terlampau gelap disini
Hujan masih menimpa atap, mengisi kekosongan. Saat kuhempaskan tubuhku ke lantai berdarah, seraut wajah putih muncul di jendela. Seputih salju. Ia menatapku tajam, jubah hitamnya berkibar. Darahku berdesir, jantungku berdegup. Wajah putih itu menyeringai.
    
Subuh-subuh aku terbangun. Wajah putih itu masih disana. Mengikutiku dari malam.


Malam Kedua
   
Aku membeli sebuah mimpi untuk makan malam ini. Dirumah hanya ada roti kering. Tak layak untuk musim dingin. Ditengah keramaian kulihat sosok berjubah hitam itu, mengikutiku sedari subuh. Aku merinding terpaku. Sekejap kemudian ia menghilang. Kupercepat langkahku menuju rumah, kututup pintu kayunya dan mulai menyantap mimpiku. Dadaku masih berdebar. Seraut muka putih menghantuiku di balik jendela.

Kututup tirai tipis itu agar aku tak melihatnya, namun ia berpendar, masih terlihat jelas. “Tolong beri aku waktu” bisikku sambil menangis. Tiba-tiba ia menghilang. Sekejap. Lalu muncul lagi, mengetuk pintu. Aku meringkuk ketakutan. Mimpiku tumpah berceceran.
Hujan turun lagi, ia kembali menatapku dari balik kaca. Wajahnya putih menyeramkan, lingkaran matanya hitam. Menatapku dalam-dalam. Angin kencang menerbangkan kertas-kertas berisi puisi di meja, terbakar, tepat didepan jendela. Rambutku berkibar, bayangan hitam berkelebat. Wajah putih itu masih disana, menatapku penuh dendam.

2 comments:

  1. Replies
    1. Tentangku, tapi dikemas dalam banyak kiasan agar makna sebenarnya tetap rahasia. Aku senang ketika orang menerka apa yang sebenarnya aku maksud :))

      Delete

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search